Sabtu, 21 Mei 2016

Surat Untuk Suamiku, Kutulis Surat ini Dengan Kehangatan Cinta dan Kasih Sayang Kepadamu

Surat Untuk Suamiku.Wahai suamiku…, kutulis surat ini dengan kehangatan cinta dan kasih sayang kepadamu. Semoga Allah senantiasa menjaga kita.


Wahai Suamiku, engkau adalah pemimpin rumah tangga kita, aturlah kami dengan aturan Allah, pimpinlah kami untuk taat kepada-Nya, bimbinglah kami terhadap apa yang maslahat (baik) untuk kami. Insya Allah engkau akan mendapatiku dan anak-anak menghormatimu, memuliakanmu dan taat kepadamu. Itulah kewajiban sebagai seorang yang dipimpin kepada yang memimpin.
Allah Ta’aalaa berfirman :

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ

 “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita.” (an-Nisa’:34)

وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالمَعْرُوفِ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ وَاللهُ عَزِيزٌحَكِيمٌ

“Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. Akan tetapi, para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada istrinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (al-Baqarah : 228)

Wahai suamiku, engkau adalah anugerah dan kenikmatan yang besar yang Allah karuniakan kepadaku. Ketika banyak para wanita yang belum menikah, Allah mengaruniakanku seorang suami shalih -Insya Allah- seperti dirimu. Ketika banyak dari para wanita yang mempunyai suami yang tidak memperhatikan agama istrinya, Allah memberikanku seorang suami yang selalu menyemangatiku untuk hadir ke majelis-majelis ilmu. Ketika banyak suami yang acuh-tak-acuh dengan perbuatan-perbuatan istrinya yang salah, Allah memberikan kepadaku seorang suami yang selalu menasehatiku. Ketika banyak suami yang tak peduli halal dan haram ketika ia mencari rezeki, Allah memberikan kepadaku seorang suami yang merasa cukup dengan yang halal. Banyak lagi kebaikan dan keutamaanmu, apakah pantas  bagiku untuk tidak bersyukur kepada Allah atas nikmat dirimu, apakah pantas bagiku untuk tidak berterima kasih  kepadamu dengan segala kebaikanmu, kasih sayangmu, perhatianmu, jerih payahmu untuk diriku.

Allah Ta’aala berfirman :

وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ

“Dan (ingatlah juga), tatkala Allah mema’lumkan, sesungguhnya jika kamu bersyukur pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku) maka sesungguhnya adzab-Ku sagat pedih.” (Ibrahim : 7)

Dalam sebuah hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

وَأُرِيتُ النَّارَ فَلَمْ أَرَ مَنْظَرًا كَالْيَوْمِ قَطُّ أَفْظَعَ وَرَأَيْتُ أَكْثَرَ أَهْلِهَا النِّسَاءَقَالُوا بِمَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ بِكُفْرِهِنَّ قِيلَ يَكْفُرْنَ بِاللَّهِ قَالَ يَكْفُرْنَ الْعَشِيرَوَيَكْفُرْنَ الْإِحْسَانَ لَوْ أَحْسَنْتَ إِلَى إِحْدَاهُنَّ الدَّهْرَ كُلَّهُ ثُمَّ رَأَتْ مِنْكَ شَيْئًاقَالَتْ مَا رَأَيْتُ مِنْكَ خَيْرًا قَطُّ

“Diperlihatkan kepadaku neraka, aku tidak pernah melihat pemandangan seperti hari ini sedikitpun. Dan aku melihat kebanyakkan penghuninya wanita. Para sahabat bertanya: “kenapa seperti itu wahai Rasulullah? Dikarenakan kekufuran mereka. Dikatakan kepada beliau, Mereka kufur kepada Allah?
Beliau bersabda:

“Mengkufuri suami (mendurhakai suami), mengingkari kebaikkannya. Kalau seandainya kamu berbuat baik kepada salah seorang dari mereka sepanjang masa, kemudian dia melihat darimu sesuatu (kesalahan). Dia berkata: “Aku tidak pernah melihat darimu kebaikkan sedikitpun” (HR. Bukhari dan Muslim)

Wahai suamiku, segala puji bagi Allah sematalah kemudian karena sebab pendidikan orang tuaku yang baik, yang telah mempersiapkan dan mendidikku untuk menjadi seorang istri dan ibu rumah tangga yang baik, sehingga aku sadar bahwasanya pernikahan bukanlah surga yang tak ada problema, kesusahan dan kesulitan. Dan juga bukanlah neraka yang ada hanya kesusahan dan kesengsaraan. Semoga dengan sebab itu aku lebih siap dan tegar jika kesusahan, kesulitan datang menerpa. Wahai suamiku, Insya Allah engkau akan mendapatiku menjadi pendamping  yang kokoh dalam mengarungi kehidupan rumah tangga ini, hanya kepada Allahlah aku memohon pertolongan.

Allah Ta’aala berfirman :

إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ

“Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan.” (Qs. al-Fatihah : 5)

Wahai suamiku, keinginanmu agar aku dekat dengan orang tuamu, akupun menginginkan hal yang demikian. Orang tuamu adalah orang tuaku juga. Dan aku ingin engkau tetap berbakti, melayani dan memberikan perhatian yang besar kepadanya walaupun engkau sudah menikah. Insya Allah aku akan membantumu untuk hal itu.

Allah Ta’alaa berfirman :

وَاعْبُدُوا اللهَ وَلا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا

“ Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua (ibu dan bapak).” (Qs. an-Nisa’ : 36)

Wahai suamiku, banyak hal yang tidak diperhatikan oleh sebagian istri tentang perkara-perkara yang membuat suaminya senang dan menghindari sesuatu yang membuat suaminya tidak suka. Di antaranya tampil apa adanya di depan suaminya, tidak mau berdandan dan mempercantik diri. Wahai suamiku, katakanlah kepadaku apa yang membuat dirimu senang sehingga aku berusaha untuk melakukannya dan katakanlah sesuatu yang membuatmu benci sehingga aku menjauhinya.
Dan dalam sebuah hadits Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

الَّتِي تَسُرُّهُ إِذَا نَظَرَ، وَتُطِيعُهُ إِذَا أَمَرَ وَلاَ تُخَالِفُهُ فِي نَفْسِهَا وَمَالِهَا بِمَايَكْرَهُ

“Sebaik-baik istri adalah yang menyenangkan suami apabila ia melihatnya, mentaati apabila suami menyuruhnya, dan tidak menyelisihi atas dirinya dan hartanya dengan apa yang tidak disukai suaminya.” (HR. An-Nasa’i, Hakim dan Ahmad. Berkata Al-Hakim “Shahih menurut syarat Muslim” dan disepakai Imam adz Dzahabi dan hasankan oleh Syaikh al-Albani didalam Silsilah Ash Shahihah 4/453)

Wahai suamiku, sungguh sebuah keburukan kalau aku tidak bisa menerima kekurangan dirimu di mana kelebihanmu tak sebanding dengan kekuranganmu. Padahal aku tahu tak ada seorang yang sempurna. Apakah pantas aku bersikap seperti itu, sedangkan engkau ridha dan bershabar dengan berbagai kekurangan diriku.

Wahai suamiku, ketika aku merasa lelah dalam mengurus pekerjaan rumah, aku teringat kisahnya seorang wanita yang mulia, pemimpin wanita di surga yang merasa keletihan ketika ia mengerjakan tugasnya sebagai ibu rumah tangga. Seorang wanita shalihah yang memiliki jiwa yang mulia, hati yang bersih dan akal yang terbimbing oleh syari’at yang agung. Semoga aku bisa meneladani keshabaran Fathimah putrinya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, bukan malah meneladani wanita yang akalnya menjadi tempat sampah pemikiran barat.

“Suatu ketika Fathimah mengeluh kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam atas kelelahan yang ia rasakan sebab ia menarik alat penggiling hingga berbekas di kedua tangannya, menimba air dengan qirbah (tempat air pada masa itu) hingga qirbah membekas di lehernya, dan menyalakan api di tungku hingga mengotori pakaiannya.Itu semua terasa berat baginya. Lalu apa tanggapan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam tentang hal itu? Beliau menasehati Fathimah dan Ali bin Abi Thalib agar bertasbih sebanyak 33 kali, bertahmid 33 kali dan bertakbir 33 kali setiap hendak tidur .  Beliau bersabda kepada keduanya bahwa itu semua lebih baik dari pembantu (yang Fathimah minta –ed).” (HR. Bukhari dan Muslim)

Wahai suamiku, seharusnya setiap istri sadar, termasuk diriku. Bahwa setiap suami mempunyai posisi dan status sosial yang berbeda. Ada di antara suami yang sangat dibutuhkan oleh keluarganya. Ada juga seorang suami yang memiliki kedudukan yang penting sehingga sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Ada juga seorang suami yang menjadi seorang da’i sehingga sangat dibutuhkan oleh ummat. Seharusnya setiap istri memperhatikan hal ini. Jika dia seorang suami yang sangat dibutuhkan keluarganya maka bantulah ia, dan relakanlah sendainya hak waktumu sedikit terkurangi. Bukan malah menghalangi dari keluarganya. Kalau dia seorang yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat atau ummat, maka bantulah ia, semangatilah ia dan berilah nasehat untuk ikhlas dalam melayani ummat dan bershabar atas mereka. Bukan malah bertindak seperti anak kecil yang merongrong suaminya hanya karena dia tidak selalu berada di sisinya. Atau sesekali ketika lagi bersendau gurau denganmu ia mengangkat telpon untuk sekedar memberikan nasehat atau saran kepada ummat. Wahai suamiku, semoga aku bisa memperhatikan hal ini. Dan aku pun sadar hakku telah kau tunaikan dengan baik.

Wahai suamiku, aku teringat sebuah ayat yang seharusnya membuatku untuk berfikir dan merenungi sejauh mana aku merealisasikan ayat ini atau malah sebaliknya.

Allah Ta’aala berfirman :

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى

“ Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan taqwa.” (Qs. al-Maidah : 2)
Atau sebuah hadits dimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

وَرَحِمَ اللَّهُ امْرَأَةً قَامَتْ مِنْ اللَّيْلِ فَصَلَّتْ ثُمَّ أَيْقَظَتْ زَوْجَهَا فَصَلَّى فَإِنْأَبَى نَضَحَتْ فِي وَجْهِهِ الْمَاءَ

“…Semoga Allah merahmati seorang wanita yang shalat malam, dan membangunkan suaminya kemudian suaminya shalat, jika suaminya enggan dia memerciki air pada wajahnya.” (HR Abu Dawud dan an-Nasa’i di hasankan oleh Syaikh al-Albani)

Ya Allah, jadikanlah aku istri shalihah yang membantu suamiku untuk taat kepada-Mu, berdakwah di jalan-Mu dan melakukan berbagai amalan kebaikan bukan malah sebaliknya menjadi fitnah baginya.
Allah Ta’aala berfirman :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلادِكُمْ عَدُوًّا لَكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ

“ Wahai orang-orang yang beriman, ‘Sesungguhnya di antara istri-itrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka.’” (at-Taghabun : 14)

Wahai suamiku, rezeki yang halal sudah sangat cukup bagiku. Nafkah yang kau berikan kepadaku sebagai bentuk tanggungjawabmu sebagai seorang suami sangatlah besar walaupun menurut sebagian orang dinilai kecil. Keindahan dan kebahagian hidup ini adalah ketika kita bisa bersyukur dan hidup dengan qana’ah. Ya Allah, aku berlindung kepadamu menjadi istri yang tidak pandai bersyukur yang bisanya hanya menuntut, terlebih lagi menjadi sebab suaminya mengambil yang haram.

Dan dalam sebuah hadits Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

قَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ , وَرُزِقَ كَفَافًا , وَقَنَّعَهُ اللهُ بِمَا أَتَاهُ

 “Sungguh beruntung orang yang masuk Islam, dan diberi rezeki yang cukup dan Allah memberikan kepuasan atas apa yang telah dikaruniakan kepadanya.“ (HR. Muslim)

Dan dalam hadits yang lain Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ يَسْتَعْفِفْ يُعِفَّهُ اللَّهُ وَمَنْ يَسْتَغْنِ يُغْنِهِ اللَّهُ

“Barangsiapa yang menjaga kehormatan dirinya, maka Allah menjaga kehormatandirinya dan barang siapa yang merasa cukup, maka Allah akan memberi kecukupan baginya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

لَا يَنْظُر اللَّه إِلَى اِمْرَأَة لَا تَشْكُر لِزَوْجِهَا , وَهِيَ لَا تَسْتَغْنِي عَنْهُ

“Allah tidak akan melihat kepada seorang istri yang tidak bersyukur kepada suaminya dan dia  tidak merasa cukup darinya.” (HR. Nasa’i, al-Baihaqi, Haitsami, al-Bazzar, Ath-Thabrani dan dishahihkan oleh syaikh al-Albani)

Wahai suamiku, perkenankanlah aku untuk meminta maaf atas kekurangan dalam melayanimu. Karena itulah adalah tugas dan kewajibanku.  Hanya kepada Allah-lah aku memohon pertolongan untuk taat dan memberikan pelayanan yang terbaik kepada suamiku.

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

إِذَا صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا ، وَصَامَتْ شَهْرَهَا ، وَحَفِظَتْ فَرْجَهَا ،وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا قِيلَ لَهَا : ادْخُلِي الْجَنَّةَ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ

“Apabila seorang istri mengerjakan shalat lima waktu, berpuasa pada bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya dan taat kepada suaminya, niscaya ia akan masuk surga dari pintu mana saja yang ia kehendaki.”  (HR. Ahmad, Ibnu Hibban di shahihkan oleh syaikh al-Albani)

Wahai suamiku, maklumilah kalau engkau melihat diriku cemburu kepadamu karena inilah tabiat seorang wanita, disamping aku sangat mencintaimu. Ibunya kaum mukminin pun merasakan cemburu di hatinya, Sebagaimana suatu  ketika Aisyah berkata:

مَا غِرْتُ عَلَى امْرَأَةٍ لِرَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم كَمَا غِرْتُ عَلَىخَدِيجَةَ لِكَثْرَةِ ذِكْرِ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم إِيَّاهَا وَثَنَائِهِ عَلَيْهَاوَقَدْ أُوحِيَ إِلَى رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم أَنْ يُبَشِّرَهَا بِبَيْتٍ لَهَا فِي الْجَنَّةِ مِنْ قَصَبٍ

“Aku tidak pernah merasa cemburu kepada istri-istri Rasulullah sebagaimanna cemburuku kepada Khadijah, dikarenakan seringnya Rasulullah menyebutnya dan memujinya. Serta telah diwahyukan kepada Rasulullah untuk memberi khabar gembira untuk Khadijah berupa sebuah rumah disurga yang terbuat dari berlian” (HR. Bukharino 5229)

Insya Allah, kecemburuanku adalah kecemburuan yang wajar yang merupakan tabiat seorang wanita, bukan kecemburuan yang menghalangi suaminya untuk taat kepada Allah, atau kecemburuan yang menjadi sebab suaminya terjatuh kepada yang haram, atau bukan kecemburuan yang menghalangi suaminya untuk mengambil haknya untuk berpoligami. Tidak wahai suamiku…!!. Sungguh aku bukan seorang istri yang merampas hak suaminya dengan menghalanginya untuk berpoligami, jika memang dia menginginkan dan mampu untuk hal itu. Tetapi, aku -Insya Allah- seorang istri yang berusaha meneladani para istri Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, istri  para istri shahabat dan para istri shalihah yang memegang teguh syari’at ini termasuk syari’at poligami. Allah Subhaanahu wa ta’aala berfirman :

فَانكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلاثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّاتَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً

“Maka nikahilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja.“(an-Nisa’ : 3)

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُالْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلالًا مُبِينًا

“Dan tidaklah pantas bagi laki-laki yang mukmin dan perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan akan ada pilihan (yang lain) bagi mereka tentang urusan mereka. Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh dia telah tersesat dengan kesesatan yang nyata.” (al-Ahdzab : 36)

Wahai suamiku, anak-anak kita adalah buah hati kita, buah cinta kita. Karunia yang Allah karuniakan kepada kita, sekaligus merupakan amanah yang Allah amanahkan kepada kita. Insya Allah, aku akan mendidiknya dengan pendidikan yang baik, dengan penuh kasih sayang dan kelembutan. Aku akan mendidiknya untuk mentauhidkan Allah, aku akan mendidiknya agar taat kepada Allah dan Rasul-Nya, aku akan mendidiknya agar berbakti kepada orangtuanya. Semoga Allah mengkaruniakan anak yang shalih dan shalihah kepada kita. Amiin.

Sebagaimana Allah subhaanahu wa ta’aala berfirman :

رَبِّ هَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً إِنَّكَ سَمِيعُ الدُّعَاءِ

“Ya Rabbku, berilah aku dari sisi-Mu seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar do’a.” (Ali Imran : 38)

Wahai suamiku, tentu sebagai seorang muslimah aku mendambakan surga Allah dan khawatir terhadap neraka-Nya. Aku sering teringat sebuah hadits di mana Rasulullahshallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

فَانْظُرِي أَيْنَ أَنْتِ مِنْهُ، فَإِنَّمَا هُوَ جَنَّتُكِ وَنَارُكِ

“Perhatikanlah posisimu (hubunganmu –ed) terhadap suamimu sebab dia adalah surgamu dan nerakamu.” (HR. Ahmad no 19025 dan al-Hakim dan selainnya, ia menyatakan hadits shahih dan disetujui oleh Imam adz-Dzahabi)
Dan di antara jalan menuju surga adalah dengan mentaatimu.

Sebagaimana Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

إِذَا صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا ، وَصَامَتْ شَهْرَهَا ، وَحَفِظَتْ فَرْجَهَا ،وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا قِيلَ لَهَا : ادْخُلِي الْجَنَّةَ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ

“Apabila seorang istri mengerjakan shalat lima waktu, berpuasa pada bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya dan taat kepada suaminya, niscaya ia akan masuk surga dari pintu mana saja yang ia kehendaki.”  (HR. Ahmad, Ibnu Hibban di shahihkan oleh syaikh al-Albani)

Dan sebaliknya di antara jalan menuju neraka adalah bersikap nusyuz kepadamu, durhaka dan tidak taat kepadamu. Wahai suamiku, Insya Allah aku akan selalu taat dan berbuat baik kepadamu dengan menjaga kehormatanku, menjaga diriku dari menyakitimu, tidak lalai melayanimu, tidak menggambarkan sosok wanita di hadapanmu, tidak keluar rumah tanpa seizinmu, tidak menyebarkan problema rumah tangga kepada orang lain dan tidak menolak ketika engkau mengajakku berhubungan.

Sebagaimana Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

اثْنَانِ لا تُجَاوِزُ صَلاتُهُمَا رُءُوسَهُمَا : عَبْدٌ آبِقٌ مِنْ مَوَالِيهِ حَتَّى يَرْجِعَإِلَيْهِمْ ، وَامْرَأَةٌ عَصَتْ زَوْجَهَا حَتَّى تَرْجِعَ

“Dua orang yang tidak lewat shalat mereka dari  kepala mereka: seorang budak  yang lari dari tuan (majikanya) sampai dia kembali, seorang istri yang bermaksiat (tidak taat) kepada suaminya sampai dia kembali (taat).” (HR Ath-Thabrani, al-Hakimdihasankan oleh syaikh al-Albani)

إِذَا دَعَا الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَأَبَتْ فَبَاتَ غَضْبَانَ عَلَيْهَا لَعَنَتْهَاالْمَلَائِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ

“Apabila seorang suami mengajak istrinya ke tempat tidurnya lalu sang istri tidak mau mendatanginya, malaikat melaknat sang istri sampai datang waktu shubuh.” (HR. Bukhari)

Wahai suamiku, aku mencintai dan menyayangimu, dekaplah aku di kehangatan cinta dan kasih sayangmu, belailah aku di kelembutan perhatianmu, hiburlah  aku di canda dan tawamu semoga Allah melanggengkan rumah tangga kita dan mengumpulkan kita di dalam surga-Nya.
Di tulis oleh Abdullah al-Jakarty

Sumber : NikahMudaYuk

Tidak ada komentar:

Posting Komentar